- Peringatan. Tulisan ini mengandung spoiler. Tidak disarankan untuk Anda yang belum menonton filmnya.
12 Angry Men adalah film yang disutradarai oleh Sidney Lumet dan rilis pada 1957. Film dengan nuansa hitam putih ini bergenre drama dan mengusung tema persidangan. Selama 96 menit, film ini akan membuatmu larut menyaksikan adu argumentasi 12 juri dalam memutuskan perkara yang menentukan hidup mati seseorang.
Plot
12 Angry Men bercerita tentang seorang anak berusia 18 tahun yang menjadi tersangka kasus pembunuhan ayahnya sendiri. Setelah mengikuti alur persidangan, hakim meminta 12 pria bertindak sebagai juri untuk memutuskan vonis. Nahas, jika anak itu dinyatakan bersalah, ia akan dijatuhi hukuman mati.
Tak ayal, 12 juri telah siap mengambil keputusan seolah hal itu tidak perlu dirundingkan lagi. Sebab, bukti-bukti yang ada memanglah sangat kuat. Akhirnya, juri 1 membuka voting dan meminta 11 juri lainnya mengangkat tangan jika setuju anak itu bersalah. Tanpa terduga, ada satu juri yang tidak mengangkat tangan.
Baca juga: Brooklyn (2015): Antara Cinta dan Rumah untuk Pulang
Juri 8 memiliki pandangan berbeda. Ia merasa perlu mendiskusikannya lebih jauh karena menyangkut nyawa seseorang. Hal itu membuat juri lainnya berang karena menganggap diskusi hanya akan membuang waktu dengan percuma. Tapi siapa sangka, argumen-argumen yang bergulir selanjutnya membuka satu per satu kejanggalan dari bukti yang sebelumnya terasa gamblang.
Alur sederhana dengan eksekusi cerdas
Sidney Lumet dalam karya debutnya berhasil menghadirkan film dengan alur yang tidak muluk-muluk, tetapi mengandung pesan dan makna yang begitu kuat. Film ini hanya menyorot pada satu fokus, yaitu proses dalam memutuskan sebuah perkara.
Walau begitu, proses meraih suara bulat tersebut tidak berjalan sesederhana itu. Banyak perdebatan yang terjadi saat juri memaparkan argumen masing-masing yang tak urung memicu emosi dan konflik. Tapi, itulah yang menjadi kekuatan besar dalam film ini.
Baca juga: Black Mirror-The National Anthem (2011): Pengantar yang Gelap Menyambut Masa Depan
Penulis naskah, Reginald Rose, juga dengan lihai menciptakan dialog-dialog tajam dan realistis. Dialog-dialog cerdas itu dibawakan pemain secara emosional, menggambarkan ketegangan dan kegeraman para juri dalam mencapai keputusan mutlak dengan batasan waktu yang ada.
Ruangan diskusi yang terkesan sempit dan gerah juga mendukung rasa frustasi untuk cepat-cepat menghasilkan keputusan bulat. Puncaknya terjadi saat juri kembali melakukan voting dan hasil yang keluar berimbang antara “bersalah” dan “tidak bersalah”. Keputusasaan para juri pun makin nampak.
Sebagai penonton, saya seolah ditarik untuk ikut berpikir dan terlibat di tengah-tengah adu lidah 12 pria marah tersebut. Meski nyaris 90% film hanya dipenuhi dengan dialog, saya tidak merasa bosan sedikit pun. Melihat kedua belas juri saling melempar argumen membuat saya makin tertarik menunggu kejutan-kejutan yang ada di depan. Terlebih saat juri 8 mulai membuka analisis mengenai detail bukti atau pernyataan saksi yang tidak diperhatikan oleh juri lainnya. Semuanya terasa memuaskan hingga konsensus tercapai.
Baca juga: Private Lives (2020) dan Harga Sebuah Identitas
Penggambaran karakter yang unik
Aksi dari jejeran pemain 12 Angry Men ini patut diacungi dua jempol. Setiap pemain tampil dengan sangat maksimal, hampir tidak ada celah. Tidak ada juri yang menjadi pemain figuran saja, mereka semua memiliki peran penting.
Uniknya, hampir semua juri tidak diperkenalkan menggunakan namanya masing-masing. Penonton hanya mengenalnya sebagai juri 1, 2, 3, hingga 12. Tidak hanya itu, karakter yang diperankan setiap pemain pun berbeda-beda.
Juri 8, satu-satunya juri yang tidak mengangkat tangan sejak awal, digambarkan sebagai pria yang persisten dan kritis dalam memaparkan argumen. Meski memiliki pendapat yang minoritas, ia tetap teguh dengan pendiriannya. Ada pula juri yang pasif, sensitif, sopan santun, tidak sabaran, keras kepala, cerewet, ragu-ragu, hingga penuh tempramen. Penggambaran karakter itu yang membuat setiap juri tampil menonjol dengan panggungnya masing-masing.
Baca juga: The Spies Who Loved Me (2020): Agen Rahasia dalam Pusaran Drama
12 Angry Men adalah film klasik yang tidak akan redup sepanjang masa. Di balik kesederhanaan produksinya, film ini memiliki paket lengkap untuk dianggap sebagai masterpiece. Tak ayal, Rotten Tomatoes saja memberikan film ini rating 100%. Meski dari film 50-an dan tidak menggunakan format warna seperti kebanyakan film saat ini, 12 Angry Men tetap menarik untuk disaksikan dan akan memberikanmu banyak pelajaran yang berharga.