- Tulisan ini mengandung spoiler. Tidak disarankan untuk Anda yang belum menontonnya.
Confession adalah thriller produksi Jepang arahan Tetsuya Nakashima. Judul aslinya Kokuhaku. Diadaptasi dari novel karya Minato Kanae yang debut 2008. Meski telah rilis sejak 2010, film ini masih membekas dalam ingatan. Selama 106 menit, emosi kita akan habis terkuras karena diserang rentetan teror yang tidak biasa.
Tak heran jika Confession menyabet beberapa penghargaan dalam kategori film terbaik, seperti pada Fantastik International Puchon ke-14, Hochi ke-35, penghargaan film Hong Kong ke-30, Cinema Award 2011, Akademi Jepang ke-34, dan masih banyak lagi.
Film ini diperankan oleh deretan bintang jepang. Takako Matsu (Yuko Moriguchi), Yukito Nishii (Siswa A), Kaoru Fujiwara (Siswa B), Ai Hashimoto (Mizuki Kitahara), Masaki Okada (Yoshiteru Terada), Yoshino Kimura (Yuko Shimomura), dan Mana Ashida (Manami Moriguchi).
Baca juga: The Penthouse-War in Life (2020) & Daur Ulang Konflik dari Tiga Drama
Plot
Confession dibuka dengan suasana gaduh murid SMP di hari terkahir sebelum libur musim semi. Sambil minum sekotak susu dari guru Yuko Moriguchi, murid-murid tampak tak begitu mengindahkan kehadirannya. Mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri.
Perhatian mulai teralihkan saat sang guru membuat pengakuan. Dia telah mengundurkan diri. Alih-alih prihatin, murid-murid justru bersorak merayakan.
Suasana menjadi hening sesaat Yuko Moriguchi menyampaikan pengakuan selanjutnya. Dia hamil diluar nikah. Hasil hubungan dengan mendiang Dr. Sakuramiya yang terinfeksi HIV. Raut panik mulai terlihat di wajah para murid.
Baca juga: Brooklyn (2015)-Alur Sederhana, tapi Saya Suka
Pengakuan itu disusul cerita tentang Manami. Anak Yuko yang berusia 4 tahun. Dia dibunuh oleh salah satu siswa. Tidak mudah bagi sang ibu menerima kematian anak tunggalnya. Apalagi pelakunya dilindungi oleh UU.
Sebelum meninggalkan kelas, Yuko Moriguchi memberi pengakuan terakhir. Dia telah menginjeksi virus HIV ke dalam kotak susu si pelaku. Begitulah ia merancang hukuman agar si pelaku lebih menghargai hidup.
Pengakuan Yuko Moriguchi lalu diikuti oleh pengakuan dari tokoh lain. Pengakuan-pengakuan itu mencuak rahasia dibalik rentetan peristiwa yang menegangkan di film ini.
Dunia para remaja yang rumit
Siswa A, Shuya Watanabe adalah dalang dari tewasnya Manami. Dia jenius dan punya ambisi diakui dunia. Penemu ‘dompet kejut anti maling’.
Di hari berita tentangnya terbit, bukan dia yang jadi sorotan. Tapi siswi SMP yang membunuh 4 anggota keluarganya sendiri. “Menang dengan kebaikan tapi tidak ada orang yang peduli” kata Shuya.
Baca juga: Martin Eden (2019) dalam Perang Hasrat Individu Melawan Mimpi Kolektif
Siswa B, Naoki Shimomura adalah remaja dengan hasrat bunuh diri. Di hari saat ia benar-benar putus asa, siswa A merekrutnya sebagai mitra.
Film ini juga sedikit menyinggung isu-isu di kalangan remaja. Mulai dari bullying, amoral, pornografi, cyber slacking, obsesi, gangguan mental hingga bunuh diri.
Sinematografi yang mengecoh
Di 30 menit awal, hanya ada dialog Yuko Moriguchi dengan murid-muridnya. Sesekali ada kilas balik. Lalu tanpa sadar, kita akan terus duduk melanjutkan film hingga akhir.
Seperti menyusun mozaik, pengakuan setiap tokoh adalah kepingan lain. Sedikit rumit memang. Setiap peran dapat monolognya masing-masing. Selain itu, secara sinematik tidak ada perbedaan yang tegas antara adegan kilas balik dengan sorotan mengenai imajinasi karakter lain. Inilah bagian yang sering mengecoh.
Confession dikemas dengan sinematografi yang apik. Didominasi oleh nuansa gelap yang estetik. Setiap sudut bidikan kamera sukses menangkap emosi karakter yang muncul dan mempengaruhi penonton.
Baca juga: Sexy Killers Masuk 5 Daftar Teratas Dokumenter Investigasi Versi F4T 2020
Tempo adegan yang sering melambat, sebenarnya agak mengganggu. Tapi saya tetap suka meski kesannya terlalu mendramatisir. Jujur, pengaturan musik latarnya mengecewakan. Beberapa di antaranya tidak cocok dengan adegan.
Kekecewaan itu hilang saat mendengar Last Flowers, Radiohead. Lirik dan melodinya sentimental. Menyeret saya dalam kepedihan para karakter yang mengiris-ngiris.
Semua hal di film ini melabrak konsep baik-buruk yang melulu hitam-putih. Mau marah, tapi kasihan. Karena jika melihat masa lalu setiap karakter, tidak satupun dari mereka layak disebut pelaku. Semuanya adalah korban.
Baca juga: Sweet Home (2020): Menemukan Rumah dalam Kehancuran
Siswa A di masa lalu adalah korban dari ibunya. Sebut saja inner child. Sementara siswa B adalah korban tipu daya temannya sendiri. Tak lupa Yuko Moriguchi, karakter utama yang dendamnya menggerakkan cerita.
Para pemain juga menggunakan trik cerdas untuk mengeksekusi perannya. Mereka memanfaatkan detil-detil kecil dalam ekspresi untuk membangun nuansa. Saat Yuko Moriguchi tahu titik lemah siswa A, sorotan matanya berubah. Itu saja cukup untuk menggeser opini saya. Dari melihatnya sebagai ibu penuh dendam jadi perempuan yang sangat pengasih.